Para kandidat calon presiden (capres) diminta menonjolkan narasi persatuan agar bangsa ini secara kolektif bisa menghadapi berbagai tantangan. Percakapan tentang persatuan juga krusial untuk terus digaungkan demi tercapainya visi Indonesia Emas 2045.
Pemerhati isu-isu strategis dan global, Imron Cotan, berpendapat, tantangan terbesar dari para capres terpilih nanti adalah mengedepankan persatuan dan kesatuan. Yang perlu dipertanyakan, menurutnya, siapa di antara para kandidat yang benar-benar dilahirkan, siap, serta berkemampuan memupuk nasionalisme dan menghimpun elemen dan kekuatan bangsa sehingga mampu menggiring Indonesia keluar sebagai pemenang dari masa twilight zone.
"Agar dapat mengokohkan upaya dan langkah kita bersama menuju Indonesia Emas 2045 yang akan datang," ujarnya dalam webinar Moya Institute bertema "Membaca Prospek Kemenangan Tiga Capres Populer", Jumat (23/6).
Imron menerangkan, dunia sedang melalui dan berada pada periode twilight zone, yang ditandai dengan pandemi Covid-19, perang proksi di palagan Eropa, yang melibatkan negara-negara berkemampuan senjata pemusnah massal (nuklir, biologi, dan kimia), serta meningkatnya ketegangan di kawasan Indo-Pasifik. Sementara itu, di front dalam negeri, pada saat Indonesia mulai bangkit dari pandemi, siklus demokrasi 5 tahunan segera berlangsung pada Februari 2024 disusul pilkada pada November 2024.
"Kedua agenda demokrasi tersebut merupakan tugas konstitusi untuk mengawal Indonesia menuju Indonesia Emas 2045. Untuk itu, seluruh elemen bangsa dituntut untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan terlepas dari siapa yang akan muncul menjadi pemimpin nasional dan lokal sebagai hasil dari kontestasi politik 2024," tuturnya.
Pada kesempatan sama, Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah, mengatakan, narasi persatuan perlu dimunculkan dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 agar bangsa ini mampu menghadapi berbagai hal yang melemahkan upaya mencapai tujuan. Baginya, persatuan penting ditonjolkan dari sisi birokrasi maupun kepemimpinan.
"Saya kira, keinginan Presiden Jokowi menciptakan Indonesia Emas 2045 itulah narasi persatuan dan tonggaknya banyak. Di situ, Jokowi telah mewarisi narasi persatuan, bahwa siapa pun presidennya, jaga Indonesia Emas 2045. Indonesia Emas 2045 dapat menjaga kolektivisme bangsa," ucapnya.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Aidul Fitriciada Azhari, mengatakan, ketiga capres yang kerap muncul namanya saat ini sama-sama mempunyai karakter kepemimpinan yang kuat dan baik. Namun, masing-masing memiliki perbedaan kapasitas dalam menghadapi tantangan yang muncul di masa depan.
Sebagaimana diketahui, saat ini ada tiga kandidat capres teratas, yaitu Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ganjar Pranowo; Menteri Pertahanan (Menhan) sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto; serta mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
"Ganjar Pranowo punya kemampuan menghadapi tantangan internal atau domestik. Sebab, gaya kepemimpinannya yang tidak terlalu 'tinggi' [dan] 'merakyat'. Jika tantangannya itu bersifat global, maka Prabowo dan Anies Baswedan punya keunggulan komparatif," katanya.
Aidul menyebut, situasi Pilpres 2024 takkan jauh berbeda jika dianalisis dan diperbandingkan dengan Pemilu 1955 dan 2019, di mana setiap ideologi punya basis pemilih masing-masing dan poros nasionalisme selalu terdepan.
"Prabowo dan Anies punya irisan yang sama, yakni kalangan santri meskipun yang paling santri sebenarnya Anies Baswedan. Sedangkan Ganjar Pranowo dari kelompok nasionalis," ucapnya.
Adapun Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas, menyampaikan, 3 nama capres yang populer beredar sekarang merefleksikan bahwa pemilu Indonesia merepresentasikan aspirasi publik.
"Memang banyak kritik terhadap model politik kuantitatif. Hanya dari hasil survei, ketiga nama capres inilah ditemukan popularitasnya paling tinggi di tengah masyarakat," ungkapnya.
Hal sama juga terjadi di Amerika Serikat (AS). Sirojudin memprediksi pergeseran kekuatan politik dari ketiga capres berpotensi masih besar terjadi dalam 8 bulan ke depan. Apalagi, dengan langkah Presiden Jokowi belum lama ini, dengan cawe-cawenya yang dinarasikan, menjadi kekuatan perantara terciptanya kesepakatan antara partai politik dan capres demi kepentingan bangsa.
Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto, menambahkan, masyarakat hanya berharap siapa pun yang terpilih dari 3 capres populer kini adalah putra terbaik bangsa dan berkontribusi besar untuk kemajuan Indonesia. "Apa pun afiliasi politik masyarakat nanti dalam pemilu, maka penting dipandang bahwa persatuan dan kesatuan adalah hal utama."